Tidur adalah istirahat terbaik bagi tubuh manusia. Berbeda dengan makhluq Allah yang lain seperti Malaikat, manusia membutuhkan tidur untuk melepas lelah setelah seharian beraktifitas. Meskipun terkesan sepele, namun sebenarnya Islam memiliki aturan tersendiri mengenai tidur.
Perlu diingat bahwa Rasululloh ﷺ merupakan uswatun hasanah bagi umat manusia hingga hari kiamat tiba. Oleh karena itu dalam segala aspek kehidupan, hendaknya kita mencontoh Rasululloh ﷺ termasuk dalam hal tidur ini. Dan Rasululloh telah menjelaskan bahwa terdapat beberapa waktu yang dilarang untuk tidur. Berikut ini diantaranya:
- Tidur Sesudah Sholat Subuh
Setelah melaksanakan sholat subuh seringkali rasa kantuk itu masih ada, sehingga tidak sedikit orang yang mengambil selimutnya dan tidur kembali. Padahal hal itu jelas dilarang karena mengakibatkan timbulnya rasa malas yang menyebabkan seseorang itu menjadi kurang produktif. Dalam sebuah hadis, larangan tidur sesudah sholat Subuh ini telah dijelaskan. Rasulullah ﷺ bersabda; “Apabila kamu telah selesai sholat Subuh maka janganlah kamu tidur tanpa mencari rezeki” (HR Thabrani).
- Tidur Sesudah Sholat Ashar Dan Menjelang Sholat Maghrib
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Aisyah Radhiyallahu anha, Rasulullah ﷺ bersabda “Barang siapa tidur setelah waktu Ashar, lalu hilang akalnya, maka jangan pernah salahkan kecuali pada dirinya sendiri” (HR Ad-Dailami). Meskipun para ulama menghukumi hadits di atas sebagai hadits dhaif (lemah) namun hadits di atas masih relevan dalam konteks fadha’il al-a’mal (perbuatan keutamaan). Yang artinya tidur sesudah sholat ashar masih diperbolehkan dengan tidak menjadikannya sebagai kebiasaan, tetapi dilakukan karena suatu kebutuhan, seperti sakit yang membutuhkan istirahat, keletihan disebabkan banyaknya kegiatan sampai sore, dan alasan-alasan lainnya.
- Tidur Sebelum Sholat Isya
Meski rasa kantuk luar biasa sudah dirasakan, usahakan untuk tidak tidur sebelum sholat Isya. Tidur sebelum sholat Isya dikhawatirkan dapat menyebabkan seorang muslim akan terlewat menunaikan sholat Isya. Diriwayatkan dari Abu Barzah radhiyallaahu ‘anhu: “Bahwasannya Rasulullah ﷺ membenci tidur sebelum sholat Isya dan mengobrol setelahnya.” (HR Bukhari 568 dan Muslim 647).
- Tidur Sesudah Makan
Ketika perut dalam keadaan kenyang, seseorang akan lebih mudah merasa kantuk. Sehingga banyak dari kita yang tidur sesudah makan. Hal ini sudah dijelaskan dalam ilmu kesehatan. Jika tidur selepas makan dapat menghambat proses pencernaan makanan, memberi tekanan yang tidak baik pada lambung sehingga makanan berpotensi kembali ke kerongkongan, berisiko diabetes, hingga menyebabkan kegemukan karena adanya timbunan lemak berlebih. Jadi sebaiknya berikan jeda waktu ±1-2 jam jika ingin tidur setelah makan. Para ulama menyebut bahwa tidur setelah makan menurut Islam hukumnya makruh (jika tidak ada udzur jangan dikerjakan). Di dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah Radhiyallahu anha “Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda: “Janganlah kalian langsung tidur setelah makan, karena dapat membuat kalian menjadi keras” (HR Abu Nua’im).
- Tidur Seharian
Tidur secara terus menerus dilarang dalam Islam karena berpotensi membuat seseorang lalai terhadap kewajibannya. Misalnya, melewatkan sholat 5 waktu yang tentu saja hal itu akan berakibat seseorang berdosa. Terlalu banyak tidur juga tidak dianjurkan dalam Islam dan hukumnya makruh. Sebab Nabi hanya menganjurkan jika tidur siang hanya sejenak saja. Diriwayatkan dari Anas radhiyallaahu ‘anhu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “tidur sejenaklah kamu sekalian disiang hari, karena sesungguhnya setan tidak tidur siang sejenak.” (HR Abu Nu'aim).
Itulah beberapa waktu tidur yang dilarang dalam Agama Islam. Tidak perlu diragukan lagi, bahwa setiap perbuatan sudah diatur dengan jelas di dalam Agama kita Islam dan pastinya di setiap aturan atau hukum tersebut pasti jelas alasan dan tujuannya, serta manfaat dan bahayanya mengapa hal tersebut dianjurkan atau dilarang. Semoga kita semua dapat melaksanakan ajaran Agama Islam secara Kaffah dan bisa masuk ke dalam SurgaNya, aamiin.
Red. Miya Sahara,S.PdI